Hosting Indonesia
Referral Banners
Ad

BANYAK MUSIBAH BANYAK PAHALA



 
Kala matahari senja mengeluarkan pendar- pendar keemasannya dan angin sejuk menghembus di halaman Baitul Haram, sisa-sisa sahabat Rasulullah saw dan tokoh-tokoh tabi'in sedang mengharumkan ruangan dengan tahlil dan takbir. Mereka menyejukkan sudut-sudutnya dengan do'a-do'a yang shahih. Kemudian setiap orang mengambil tempatnya masing-masing dalam halaqah, berkelompok-kelompok di sekeliling Ka'bah agung yang berdiri tegak di tengah Baitul Haram. Kemegahan dan kegagahannya memenuhi mata mereka dengan keindahannya yang layak dan membagi pembicaraan di antara mereka, tiada gurau dan dosa...

Di dekat sudut Yamani, duduklah empat pemuda tampan dari keluarga yang baik, jauh dari cela. Seolah-olah mereka adalah burung-burung dara mesjid, bersih pakaiannya dan menyatu hatinya. Mereka adalah Abdullah bin Zubair dan saudara-saudaranya, Mus'ab bin Zubair dan Urwah bin Zubair, disertai Abdullah bin Marwan.

Pembicaraan berlangsung hangat di antara para pemuda suci itu. Lalu salah seorang di antara mereka mengajak masing-masing untuk mengemukakan cita-citanya kelak. Imajinasi mereka pun melambung tinggi ke alam luas, dan cita-cita mereka berputar mengitari ladang hasrat yang subur. Ada yang ingin menguasai seluruh Hijaz dan menjadi khalifahnya, ada yang ingin menguasai seluruh dunia dan menjadi khalifahnya, dsb. Sedangkan Urwah bin Zubair berkata, "Semoga Allah SWT memberkahi yang kalian semua cita-citakan dari urusan dunia kalian. Kalau aku, aku ingin menjadi alim (orang berilmu yang amil) dan barangsiapa yang belajar dan mengambil kitab Tuhan-nya, sunnah Nabi-nya, dan hukum-hukum agamanya, maka ia akan berhasil di akhirat dan akan memasuki surga-Nya dengan ridha-Nya."

Urwah bin Zubair lahir di sisa tahun terakhir masa Khalifah Umar bin Khathab ra, di rumah muslimin yang paling mulia dan paling tinggi kedudukannya. Ayahnya adalah pengikut Rasulullah saw dan orang pertama yang menghunus senjata dalam Islam, serta salah satu dari mereka yang dijamin masuk surga. Ibunya adalah Asma' binti Abu Bakar Ash-Shidiq yaitu khalifah yang pertama, sedangkan neneknya dari ayahnya adalah Shafiyah binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah saw, dan bibinya adalah Aisyah ra, Ummul Mukminin. Siapa kiranya yang punya silsilah nasab sebaik ini? Belum termasuk di dalamnya kehormatan dalam iman dan kemuliaan Islam.

Untuk mewujudkan cita-citanya, Urwah giat menuntut ilmu dan mencari kesempatan untuk menimbanya dari para sahabat yang masih tersisa. Ia berkeliling ke rumah-rumah mereka. Ia meriwayatkan hadis dari Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Zaid bin Tsabit, dan masih banyak yang lainnya. Dan ia juga banyak meriwayatkan hadis dari bibinya, Ummul Mukminin Aisyah binti Abu Bakar ra, sampai akhirnya ia berhasil menjadi fuqaha' Madinah yang banyak dibutuhkan oleh kaum muslim.

Urwah sering dimintai pertimbangan oleh para pejabat yang baik-baik untuk memelihara umat dalam ibadah maupun keamanan negara, di antaranya Khalifah Umar bin Abdul Aziz pada saat masih menjadi wali dari Abdul Malik bin Marwan. Orang-orang pun berdatangan untuk memberi salam selamat.

Urwah bin Zubair memadukan ilmu dengan amal. Ia suka berpusa di musim panas dan shalat di waktu malam, lidahnya subur dengan dzikir kepada Allah, selalu berteman dengan Kitabullah, dan tekun bertilawah. Ibadah yang tidak ia tinggalkan sejak menginjak remaja hingga wafatnya, kecuali tatkala ia mendapat musibah. Dari shalatnya, Urwah memperoleh ketenangan jiwa, kebahagiaan, dan surga di dunia. Maka ia melakukan dengan sempurna, menekuni syariat-syariatnya dengan utuh dan memanjangkannya sedapat mungkin. Dia pernah melihat seorang yang shalat cepat sekali. Ia memanggil orang itu dan bertanya, "Wahai anak saudaraku, apakah engkau tidak memerlukan apa-apa dari Tuhan-mu yang Maha Suci itu? Demi Allah, aku minta dari Tuhan-ku itu sampai pada garam sekalipun...."

Urwah adalah seorang yang dermawan. Ia memiliki sebidang kebun yang luas di Madinah dengan air sumurnya yang tawar dan pohon-pohon yang rindang dan berbuah lebat. Dipagarinya kebun itu untuk menjaga kerusakan dari binatang-binatang dan kenakalan anak-anak. Bila tiba waktu panen, dibukanya beberapa pintu sebagai jalan masuk bagi siapa saja yang menginginkannya. Demikianlah, orang-orang keluar masuk kebun Urwah sambil makan buah-buahan masak sepuas-puasnya dan membawa apa yang dibutuhkannya. Setiap memasuki kebun, mereka membaca firman Allah: "Dan kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu, masya Allah laa quwwata illa billahi (Sesungguhnya atas kehendak Allah semua itu terwujud. Tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)..." (QS Al-Kahfi: 39).

Pada masa Khilafah Al-Walid bin Abdul Malik, Allah berkehendak menguji Urwah dengan suatu contoh yang tak mampu ditahan dan diterima dengan tabah kecuali oleh seseorang yang bermental baja dan tebal imannya. Syahdan Amirul Mukminin mengundangnya untuk berziarah ke Damaskus. Undangan itu ia terima dengan baik, bahkan ia mengajak anaknya yang sulung. Amirul Mukminin menyambutnya dengan meriah. Lalu datanglah ketetapan Allah SWT seperti sebuah kapal di dalam arus angin yang tak dikehendaki. Putra Urwah masuk ke kandang kuda untuk melihat kuda-kuda piaraan yang pilihan. Mendadak seekor kuda menendangnya dengan keras sampai menyebabkan kematiannya. Belum lagi bersih tangan Urwah dari tanah penguburan putranya, kakinya terluka oleh sesuatu, yang dalam waktu singkat menyebabkan pahanya membengkak makin besar dan makin besar.

Amirul Mukminin mendatangkan untuk tamunya tabib-tabib (ahli kesehatan) dari seluruh negeri dan memerintahkan mereka untuk mengobati Urwah walau dengan apapun. Tapi para tabib itu sampai pada kesimpulan yang sama yaitu harus memotong kaki Urwah sebatas paha agar lukanya tidak terus merambat naik dan terus merenggut kehidupannya. Bagaimanapun keputusan itu harus ditaati karena itulah yang terbaik. Maka didatangkanlah ahli bedah untuk memotong paha Urwah. Mereka membawa pisau untuk membuka dagingnya dan gergaji untuk memotong tulangnya.

Tabib-tabib itu berkata, "Sebaiknya kami memberikan minuman yang memabukkan agar bisa mematikan rasa sakit karena pembedahan ini." Tapi Urwah menolak, "Tidak usah, aku tidak akan menggunakan bantuan dari yang sifatnya haram demi mendapatkan afiat (kesehatan), aku tidak mau diambil sebagian tubuhku tanpa kurasakan sakitnya agar tidak hilang pahalanya di sisi Allah SWT." Ketika pembedahan hendak dilaksanakan, ahli bedah itu menyuruh pembantunya maju. Urwah bertanya, "Mau apa mereka ini?" Dijawab, "Mereka didatangkan untuk memegangi anda, sebab bila anda nanti kesakitan mungkin akan menggerakkan kaki dan itu bisa membahayakan." "Kembalikan mereka aku tidak membutuhkannya, akan kuberi diriku dengan tasbih dan takbir."

Tabib itu menyayat kaki Urwah dengan pisau dan tatkala mencapai tulang, ia mulai menggergaji. Sementara itu Urwah tak henti mengucapkan laa ilaaha illallahu Allahu Akbar...! sang tabib terus melakukan tugasnya dan Urwah juga terus bertakbir sampai selesai proses amputasi itu. Langkah berikutnya, tabib mengambil minyak mendidih dengan sendok besi, lalu meuangnya ke penggorengan. Setelah itu ia mencelupkan paha Urwah ke dalamnya untuk menghentikan pendarahan dan menutup lukanya. Urwah pingsan untuk beberapa waktu dan terhenti membaca ayat-ayat Al-Quran.   Inilah satu-satunya waktu semenjak remajanya dimana ia melewatkan kebaikan.

Sesudah sadar dari pingsannya, ia meminta pertolongan untuk mengambilkan potongan kakinya. Ia membolak-baliknya sambil berkata, "Dialah yang mengantarkan aku ke masjid di tengah malam, dan dia tahu aku tak pernah menggunakannya untuk hal-hal yang haram." Amirul Mukminin Al Walid bin Abdul Malik sangat sedih atas musibah yang menimpa tamunya yang agung itu. Pertama kehilangan putranya, lalu sebelah kakinya. Maka ia berusaha menghibur dan menyabarkan hati tamunya atas penderitaan tersebut.

Ketika kembali ke Madinah dan menjumpai keluarganya, Urwah berkata mendahului, "Jangan kalian merisaukan apa yang kalian lihat. Allah SWT telah memberiku empat orang anak dan Dia berkehendak mengambil satu. Maka pada kita masih tersisa tiga. Puji syukur bagi Allah aku dikaruniai empat kekuatan lalu diambil satu, maka masih tersisa tiga, Dia mengambil sedikit dan masih banyak yang ditinggalkan-Nya."

Begitu penduduk Madinah mengetahui kedatangan dan keadaan imam dan gurunya, mereka berbondong-bondong ke rumahnya untuk menghibur. Yang paling baik adalah kata-kata dari kawan Urwah, Ibrahim bin Muhammad bin Thalhah, "Bergembiralah ya Abu abdullah, sebagian dari tubuhmu dan putramu telah mendahuluimu ke surga. Insya Allah yang lain-lainnya akan menyusul kemudian." Urwah hidup hingga usia tujuh puluh satu tahun, hidupnya penuh dengan kebajikan, kebaikan, dan diliputi ketaqwaan. Ketika dirasa ajalnya sudah dekat dan dia dalam keadaan puasa, keluarganya memaksanya agar mau makan. Tapi ia menolak keras karena ingin berbuka di sisi Allah SWT dengan minuman dari telaga Kautsar yang dituangkan dalam gelas-gelas perak oleh bidadari-bidadari jelita.

0 Comments:

Post a Comment



Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...